Gairah dan Kepuasan dalam Iklan Nokia Tipe 8210 dan 8850:
Analisis Argumentasi dalam Teks Iklan
Oleh: Makyun Subuki
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pemasaran segala bentuk hasil produksi pada dasarnya bertujuan untuk mencari keuntungan, karena kekuatan produksi dibentuk bukan untuk menggali nilai guna (utility value), melainkan untuk mencari nilai lebih (profit) dari nilai tukar (exchange value). Hal ini mendorong para pemodal untuk terus meningkatkan kuantitas dan memperluas jaringan produksi, sehingga pada akhirnya kita hidup dalam "pasar" yang over-suplay produk. Kondisi seperti ini menjadikan konsumsi sebagai faktor penting dalam meningkatkan keuntungan, sehingga demi kepentingan nilai tukar, pemodal sibuk mengkampanyekan citra-citra tertentu yang lebih dari sekedar nilai guna barang. Akhir dari permainan citra ini adalah membanjirnya citra dalam masyarakat, sehingga sulit untuk membedakan mana yang citraan dan mana yang realitas, misalnya kita dapat melihat bahwa banyak orang yang tidak lagi dapat membedakan antara menjaga kesehatan dengan berobat, berolah raga dengan masuk klub fitness, pornografi dengan seks, atau cantik dengan berdandan.
Saat kita hidup dalam dunia yang batas antara dunia citraan dan dunia nyata menjadi semakin tidak jelas, kita mengonsumsi objek tertentu tidak lagi berdasarkan nilai kegunaannya, melainkan berdasarkan citraan yang melampaui kegunaannya. Inilah citra yang diciptakan iklan. Iklan menciptakan berbagai citra tentang percintaan, kecantikan, nafsu, pemenuhan kebutuhan, dan hal menarik lainnya untuk menyebarkan objek-objek konsumsi. Dengan cara ini iklan menghapus ingatan konsumen terhadap nilai-guna utama benda dan menggantikannya dengan nilai-guna sekunder (Featherstone 2001: 33). Lebih jauh, Baudrillard (dalam Ritzer 2003: 137-138) menyatakan bahwa dengan mengonsumsi objek tertentu menandakan bahwa kita berbeda dengan orang yang mengonsumsi objek lain. Lebih mudahnya, kita mengonsumsi objek tertentu bukan atas dasar nilai guna yang ditawarkannya, melainkan nilai perbedaannya dengan objek lain. Dalam kaitannya dengan objek dalam penelitian ini, kita dapat melihat bahwa Nokia, demi mengejar keuntungan dari nilai tukar, menciptakan citra yang berbeda bagi masing-masing produknya, yaitu gairah untuk Nokia 8210 dan kepuasan untuk Nokia 8850.
1.2 Tujuan
Tujuan dari tulisan ini adalah memperlihatkan bahwa dalam iklan dibentuk sebuah citra untuk menghapus ingatan konsumen terhadap nilai guna utama objek dan menggantikannya dengan nilai guna sekunder, dengan cara membongkar struktur argumentasi yang membangun teks iklan.
1.3 Data
Data yang saya analisis adalah iklan Nokia tipe 8210 dan dalam majalah Kosmopolitan edisi September 2000 dan Iklan Nokia 8850 dalam majalah Bazaar edisi Februari 2001.
2. Kerangka Teori: Iklan dan Wacana Argumentatif
2.1 Iklan
Secara umum, Cook (2001: 9), dengan mengutip Collin Concise Dictionary, mendefinisikan iklan sebagai "the promotion of goods or services for sale through impersonal media" (promosi penjualan benda dan layanan melalui media yang tidak bersifat pribadi). Karena saya tidak membahas bentuk iklan lain yang tidak bertujuan menjual benda ataupun layanan, misalnya iklan layanan masyarakat ataupun kampanye partai politik, maka definisi ini tidak saya persoalkan.
Iklan selanjutnya dapat dikategorikan menurut medium, produk, teknik, dan konsumennya (Cook 2001: 12-14). Pertama, berdasarkan medium yang digunakannya, iklan dapat dikategorikan ke dalam bentuk-bentuk yang saling berbeda satu sama lain, misalnya iklan dalam majalah, koran, radio, televisi, ataupun pamflet. Kedua, Berdasarkan produknya, iklan dapat dikategorikan menjadi iklan produk, misalnya produk kesehatan, mobil, mesin cuci, makanan, dan layanan jasa; dan iklan non-produk, misalnya iklan amal, layanan masyarakat, dan kampanye partai politik. Ketiga, berdasarkan teknik yang digunakannya, iklan dapat dikategorikan ke dalam beberapa subkategori, yaitu: (i) hard-sell, biasanya berbentuk seruan langsung, dan soft-sell, biasanya berbentuk penyiratan bahwa hidup akan menjadi lebih baik dengan produk dimaksud; (ii) reason, biasanya menyiratkan anjuran pembelian, dan tickle, mengandalkan emosi dan suasana hati; (iii) slow drip dan sudden brust, dibedakan menurut frekwensi kemunculannya; dan (iv) short copy dan long copy, dibedakan berdasarkan durasi iklan atau jumlah kata yang digunakan. Keempat, berdasarkan konsumennya iklan dapat dikategorikan, misalnya, menurut gaya hidup, umur, jenis kelamin, dan tingkat ekonomi.
Dalam rangka melihat lebih dalam persoalan iklan dalam masyarakat yang hidup di tengah gemerlap citra yang diproduksi iklan, saya menganggap perlu untuk membicarakan masalah positioning. Ries dan Trout (1981: 11), dengan melihat banyaknya objek konsumsi dan promosi, mengemukakan bahwa masyarakat kita hari ini adalah masyarakat overcommunicated, yaitu masyarakat yang, bukan saja kebanjiran objek konsumsi –melainkan juga–, kebanjiran informasi. Oleh karena itu, menurut mereka, kreativitas dalam iklan tidak lagi menjadi satu-satunya cara untuk sukses. Di era seperti ini, yang dibutuhkan adalah positioning (Ries dan Trout 1981: 24). Dasar dari positioning bukanlah menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda, namun memanipulasi apa yang telah ada dalam pikiran (Ries dan Trout 1981: 5). Positioning tidak berkaitan dengan apa yang akan dilakukan dengan produk, ia lebih berkaitan dengan cara produk itu diterima secara baik dalam pikiran; karena dalam penjualan, citra produk lebih penting dari produknya (Ries dan Trout 1981: 5 dan 24).
2.2 Wacana Argumentatif
Wacana argumentatif biasanya digunakan untuk mempengaruhi penerima pesan (adressee) agar melakukan perubahan sikap dan tindakan (Renkema 2004: 175). Dalam wacana ini yang terpenting adalah fungsi ajakan (appeal) yang terdapat pada apa yang dalam model organon Buhler disebut sebagai aspek signal bahasa, di mana penerima pesan menangkap sesuatu dari pesan (Renkema 2004: 203).
Terdapat beberapa pandangan mengenai wacana argumentatif, yaitu: pertama, menurut Toulmin (1958), seperti ditulis Renkema (2004: 204), yang terpenting dalam sebuah teks argumentasi bukanlah bangunan logisnya, melainkan cara argumen tersebut dibangun. Bagi Toulmin, argumen merupakan motivasi gagasan atau klaim (claim) yang dinyatakan melalui statemen lain (data). Hubungan argumentatif antara klaim dan data disebut pembenaran atau penjaminan (warrant) (Renkema 2004: 204); kedua, berlawanan dengan Toulmin, dalam perspektif logis, yang terpenting dalam argumentasi adalah cara pemberian alasan (reasoning) bagi validitas argumen, dari mulai penyajian premis hingga penarikan kesimpulan (conclusion) (Renkema 2004: 205); ketiga, dalam perspektif retoris, yang terpenting dalam sebuah teks argumentatif adalah teknik dan efektivitasnya bagi penerima pesan (Renkema 2004: 205); keempat, Eemeren dan Grootendorst (1994), seperti dikutip oleh Renkema (2004: 205), menganalisis argumentasi dengan pendekatan pragma-dialektis (pragma-dialectic). Menurut mereka argumentasi tersusun dari pragma, yaitu bagian dari ruang diskusi tempat para pesertanya saling bertindak tutur (moves); dan dialectic, bagian dari diskusi yang bersifat kritis yang, bersama moves, menjadi sarana eliminasi perbedaan pendapat (Renkema 2004: 205); kelima, menurut pendekatan sosial-psikologis, tujuan utama teks-teks argumentatif, seperti diskusi, iklan, dan pamflet, adalah ajakan terhadap penerima pesan untuk memikirkan, merasakan, dan melakukan tindakan tertentu (Renkema 2004: 207). Dalam pendekatan ini dibicarakan masalah sikap (attitude) sebagai sebuah faktor penting yang menentukan tingkah laku. Dalam iklan, perubahan sikap amat penting, karena dengan begitu evaluasi produk diharapkan menjadi lebih baik (Renkema 2004: 208).
Mengenai kualitas argumentasi, secara umum dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu: aspek kekuatan (strength), berupa konsekuensi yang mungkin terjadi (probability consequences), misalnya merokok dapat merugikan kesehatan; dan valensi, berupa konsekuensi yang diinginkan (desibrability consequences), misalnya jika ingin sehat, berhentilah merokok (Renkema 2004: 212). Lebih lanjut, Renkema memaparkan empat macam teknik yang biasa digunakan dalam membangun argumentasi, yaitu: (i) memberikan alasan, sebab, atau penjelasan; (ii) membuat perbandingan atau analogi; (iii) memberikan contoh; dan (iv) menyebutkan sumber yang otoritatif.
3. Analisis
3.1 Gairah dalam Iklan Nokia tipe 8210
Untuk hidup penuh gairah
Lewatkan hidup ini dengan penuh kesan. Karena Nokia 8210 menyertakan Picture Messaging, agar pesan SMS anda menjadi lebih berarti dengan lampiran gambar yang serasi. Anda mungkin menganggapnya sebagai ekspresi gairah kehidupan. Kami menyebutnya teknologi yang mengerti Anda.
Berdasarkan kerangka teori yang saya kemukakan di atas, tahap pertama analisis saya adalah mengidentifikasi iklan dan memasukkannya sesuai dengan kategori tertentu. Dalam hal ini, saya mengidentifikasi iklan tersebut hanya menurut kategori teknik, lebih tepatnya antara hard-sell dan soft-sell, dan konsumen; karena selain memiliki relevansi dengan apa yang hendak saya analisis selanjutnya, jelas pula bahwa iklan ini adalah iklan majalah yang menawarkan produk. Dari segi teknik yang digunakannya, di mana tidak ada sama sekali anjuran langsung, iklan ini masuk dalam kategori soft-sell. Bentuk penyiratannya dapat dilihat pada judul iklan untuk hidup penuh gairah. Konsumen yang dibidik dalam iklan ini pada dasarnya sangat abstrak, namun dapat dipahami melalui gambar (lihat lampiran) dan penggunaan kata gairah bahwa yang dibidik dalam iklan ini adalah remaja. Gairah, seperti terdapat dalam KBBI (2001: 326), dapat berarti 'keinginan', 'hasrat', dan 'keberanian yang kuat'. Dengan kata lain, iklan ini menyatakan sesuatu bagi mereka yang penuh keinginan, hasrat, juga keberanian yang kuat. Ketiga kata ini memiliki hubungan dengan hal lain, yaitu harapan, cita-cita, angan, tujuan, dan kata lain yang memiliki asosiasi makna sejenis yang, meskipun dapat juga diimpikan oleh orang tua, biasanya diimpikan oleh mereka yang masih remaja.
Tahap selanjutnya, seperti telah saya kemukakan dalam kerangka teori, adalah menelusuri struktur argumentasi yang dibangun dalam teks tersebut. Barangkali perlu disebutkan di sini, bahwa saya memandang iklan sebagai hal negatif. Saya sependapat dengan Featherstone (2001: 31 dan 33) bahwa iklan merupakan media "pendidikan" publik untuk menjadi konsumen yang di dalamnya terjadi manipulasi tanda secara aktif. Oleh karena itu saya berusaha menelusuri struktur argumentasi dalam iklan berdasarkan fungsi yang disebutkan Featherstone.
Berdasarkan struktur argumentasi yang dikemukakan Toulmin, saya mengurai teks menjadi beberapa bagian berikut.
Klaim : (1) hidup harus dilewatkan dengan penuh kesan
(2) SMS kurang berarti tanpa lampiran gambar
(3) Anda mungkin menyebut pesan SMS dengan lampiran gambar yang serasi adalah ekspresi gairah kehidupan
(4) teknologi yang menyertakan picture messaging adalah teknologi yang mengerti anda
Data : Nokia 8210 menyertakan picture messaging.
Warrant atau pembenaran, seperti telah disebutkan diatas, merupakan hubungan argumentatif antara klaim dan data. Bagi saya, dengan melakukan pendekatan logis terhadap wacana argumentatif, warrant adalah komponen paling menentukan bagi sebuah teks untuk dapat dikatakan argumentatif secara logis. Ia mempunyai nilai yang sama pentingnya dengan reasoning. Jika terdapat hubungan agumentatif, atau warrant dapat ditemukan, teks tersebut logis dan argumentatif; dan sebaliknya, jika tidak, maka teks tersebut bukanlah teks argumentatif, karena ia tidak logis.
Dari sini, analisis saya lanjutkan dengan penelusuran warrant yang menjadi media pembenaran klaim dengan menggunakan data. Sebelumnya, harus dipahami dulu bahwa masing-masing klaim haruslah saling mengaitkan membentuk sebuah kesatuan tema dalam wacana. Antara klaim (1), (2), (3), dan (4) pada dasarnya merupakan klaim-klaim yang terpisah. Yang berhubungan langsung dengan data hanyalah klaim (2), yaitu antara SMS kurang berarti tanpa lampiran gambar dengan Nokia 8210 menyertakan picture messaging. Warrant dalam hal ini adalah: Untuk menjadikan SMS lebih berarti, maka harus disertai gambar yang serasi. Dalam hal ini, yang muncul bukan pembenaran yang dapat dipertanggungjawabkan, namun hanya memunculkan klaim baru yang tidak lagi memiliki data. Jika klaim baru ini dihubungkan dengan klaim (1), akan terbentuk klaim baru yang kira-kira berbentuk untuk melewatkan hidup dengan penuh kesan SMS anda harus disertai gambar yang serasi. Selanjutnya, antara klaim (3) dan (4) dapat menjadi satu klaim: teknologi yang menyertakan picture messaging adalah teknologi yang mengerti ekspresi gairah kehidupan dan mengerti anda.
Struktur argumentasi ini akan semakin parah jika kita menyusun klaim-klaim tersebut menjadi sebuah teks argumentasi. Dengan demikian, gairah dalam teks ini tidak bermakna sebagaimana kita pahami ia sebagai "gairah", karena ia sama sekali tidak iklan tersebut sama sekali tidak menyelesaikan keinginan apa-apa selain "pengumuman" picture messaging. Dalam teks ini kualitas argumen tidak didasarkan pada probability consequence, melainkan pada desirability consequence yang hanya citraan. Inilah positioning dalam iklan, pencitraan yang menghasilkan apa yang disebut Baudrillard (dalam Piliang 2003: 97) fetisisme komoditi dalam masyarakat.
3.2 Kepuasan dalam Iklan Nokia tipe 8850
Nokia 8850
Kepuasan yang paling pribadi
Nokia 8850 mencerminkan suatu rancangan teknologi terkini, bagi mereka yang selalu mendambakan yang terbaik. Casing matt allumunium alloy nan elegan dan tampilan layar dengan sinar putih untuk kemudahan pembacaan. Menggunakan Nokia 8850 adalah kepuasan tersendiri.
Antena dan baterei internal memperindah bentuknya yang ramping. Kecanggihannya pun tak perlu diperdebatkan. Fitur-fitur seperti voice dialling, predictive text input, dan nada getar, menambah sederet kelebihan lain yang dimiliki.
Berbeda dengan iklan di atas, dari segi teknik yang digunakannya, menyiratkan anjuran pembelian, oleh karena itu iklan ini masuk dalam kategori reason. Bentuk penyiratannya dapat dilihat pada judul iklan Menggunakan Nokia 8850 adalah kepuasan tersendiri. Serupa dengan iklan Nokia 8210, konsumen yang dibidik dalam iklan ini pada dasarnya sangat abstrak, namun dapat dipahami melalui gambar (lihat lampiran) dan penggunaan kata kepuasan, bahwa yang dibidik dalam iklan ini adalah golongan mapan. kepuasan, seperti terdapat dalam KBBI (2001: 902), berarti 'tentang kepuasan', dan puas dapat berarti senang, gembira, dan kata lain yang memiliki arti final. Dengan kata lain, iklan ini menyatakan sesuatu bagi mereka yang menginginkan kesenangan, kepuasan, dan segala sesuatu yang sempurna. Ketiga kata ini memiliki hubungan dengan hal lain, misalnya pencapaian sesuatu yang final. Perasaan ini biasanya diimpikan oleh mereka yang telah beranjak dari masa remaja menuju masa yang lebih mapan.
Seperti juga analisis yang saya lakukan pada teks sebelumnya, tahap berikut ini, seperti juga telah saya kemukakan dalam kerangka teori, adalah menelusuri struktur argumentasi yang dibangun dalam teks tersebut. Dalam mengkaji teks ini, saya masih menggunakan formula negatif dalam memandang iklan. Bahwa iklan terjadi manipulasi tanda secara aktif.
Serupa dengan yang saya lakukan pada iklan Nokia tipe 8210, pada iklan ini saya akan menguji struktur argumentasi berdasarkan pendekatan logis dengan menguraikannya terlebih dahulu melalui apa yang dikemukakan Toulmin, yaitu:
Klaim : (1) Nokia 8850 mencerminkan teknologi terkini yang terbaik
(2) menggunakan Nokia 8850 adalah kepuasan tersendiri
(3) Kecanggihan Nokia 8850 tidak perlu diperdebatkan
Data : (1) Nokia 8850 memiliki casing matt allumunium alloy nan elegan.
(2) Nokia 8850 memiliki tampilan layar dengan sinar putih
(3) Nokia 8850 memiliki fasilitas voice dialling.
(4) Nokia 8850 memiliki fasilitas predictive text input.
(5) Nokia 8850 memiliki fasilitas nada getar.
Dengan nalar yang sama, saya menganggap warrant atau pembenaran sebagai hubungan argumentatif antara klaim dan data. Bagi saya, dengan melakukan pendekatan logis terhadap wacana argumentatif, warrant adalah komponen paling menentukan bagi sebuah teks untuk dapat dikatakan argumentatif. Ia mempunyai nilai yang sama pentingnya dengan reasoning. Jika terdapat hubungan argumentatif, atau warrant dapat ditemukan, teks tersebut logis dan argumentatif; dan sebaliknya, jika tidak, maka teks tersebut bukanlah teks argumentatif, karena ia tidak logis.
Dari sini, analisis saya lanjutkan dengan penelusuran warrant yang menjadi media pembenaran klaim dengan menggunakan data. Sebelumnya, harus dipahami dulu bahwa masing-masing klaim haruslah saling mengaitkan membentuk sebuah kesatuan tema dalam wacana.
Berbeda dengan klaim di atas, dalam teks ini antara klaim (1) dengan klaim (3) pada dasarnya merupakan klaim-klaim yang dapat disatukan. Buentuk yang dapat memperlihatkan kesatuan tersebut barangkali adalah: Nokia 8850 mencerminkan teknologi terkini yang terbaik, yang kecanggihannya tidak perlu diperdebatkan. Klaim ini dapat langsung berhubungan dengan, yaitu Nokia 8850 memiliki casing matt allumunium alloy nan elegan, tampilan layar dengan sinar putih, fasilitas voice dialling, fasilitas predictive text input, dan fasilitas nada getar. Dengan kata lain, warrant dalam teks ini adalah teknologi canggih terbaik yang dihubungkan dengan data yang disebutkan dalam iklan tersebut. Hubungan tersevut dapat dilihat sebagai hubungan logis.
Namun, terdapat dua buah pertanyaan lagi, yaitu: pertama, apakah warrant yang terbentuk dalam iklan tersebut betul-betul dapat dipertanggungjawabkan?; dan kedua, apakah itu semua memuaskan?
Bagi saya, warrant ini adalah klaim baru, karena datadata yang ditampilkan untuk mendukung gagasan utama iklan ini juga merupakan klaim pihak Nokia bahwa hal itu merupakan teknologi terkini yang terbaik. Teknologi yang disebutkan Nokia barangkali hanyalah klaim tntang apa yang dimaksud dengan teknologi canggih terbaik. Data tersebut, meski mungkin benar, sama sekali tidak menunjuk pada realitas di luar teks yang pada kenyataannya, bahkan pihak Nokia sendiri, telah melengkapi produk alat komunikasi yang keluar lebih awal dengan fitur-fitur yang ia sebutkan. Teknologi canggih hanyalah tipuan strategi positioning untuk membentuk citra kepuasan. Citra ini menjadi ikatan yang menyatukan antara kepentingan konsumen dan produsen. Bahkan, jika kita mengkaji lebih jauh, manusia pada dasarnya hidup tanpa mengenal rasa puas, apalagi dengan mengonsumsi teknologi yang ditawarkan dalam jumlah massal.masyarakat konsumen selalu berkepentingan untuk menjadikan objek konsumsi sebagai pembeda dirinya dengan orang lain, sehingga hasrat nyaris mustahil terpuaskan. Seperti dinyatakan oleh Deleuze dan Guattari (dalam Piliang 2003: 150), hasrat tidak akan pernah terpuaskan, karena ia diproduksi oleh mesin hasrat (desiring machine) yang memproduksi rasa kekurangan secara terus menerus. Sekali hasrat dicoba untuk dipenuhi dengan penggunaan objek tertentu, maka akan muncul hasrat baru yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena hasrat tidak disebabkan oleh kekurangan alamiah kita terhadap objek, melainkan kita mereproduksinya sendiri.
4. Kesimpulan
Berdasarkan analisis ini, saya menyimpulkan bahwa baik pada iklan Nokia 8210 dan 8850, dalam keduanya terdapat garis argumentasi yang hilang. Garis ini menandakan sebuah manipulasi yang dilakukan strategi positioning dalam memanipulasi apa yang telah kita ketahui tentang gairah dan kepuasan. Garis ini menandai sebuah usaha penghapusan nilai guna barang dan pemanfaatan nilai guna sekundernya untuk membentuk citra yang tidak dapat dihubungkan secara logis.
Daftar Acuan
Cook, Guy. 2001. The Discourse of Advertising (edisi kedua). London: Routledge
Featherstone, Mike. 2001. Postmodernisme dan Budaya Konsumen. Terjemahan Consumer Culture and Postmodernism oleh Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna.
Renkema, Jan. 2004. Introduction to Discourse Studies.
Ritzer, George. 2003. Teori Sosial Postmodern. Terjemahan The Postmodern Social Theory oleh Muhammad Taufiq.
Sumber Data
Majalah Kosmopolitan, edisi September 2000.
Majalah Bazaar, edisi Februari 2001.