Satuan Analisis dalam Morfologi: Leksem
Makyun Subuki
13 Februari 2005
Definisi paling umum dari leksem adalah “dictionary words” (Bauer 1988: 8 dan Haspelmath 2002: 13) atau, seperti dikutip oleh Katamba (1993: 18) dari Di Scuillo dan Williams (1987), kata yang tertulis dalam kamus. Lebih jauh lagi, Lyons (1968: 403) mendefinisikan leksem sebagai satuan dasar dalam sintaksis dan semantik, yaitu satuan yang lebih abstrak dibandingkan dengan bentuk inflektifnya yang terdapat dalam suatu keseluruhan kalimat (Lyons 1968: 179). Namun sebaliknya, penulisan leksem dalam kamus Arab dimulai dengan bentuk kala lampau dengan persona ketiga tunggal maskulin, misalnya KATABA ‘ia (laki-laki) telah menulis’ untuk leksem MENULIS (Haspelmath 2002: 14). Senada dengan Lyons, Bauer (1988: 17) dan Haspelmath (2002: 13) menyatakan bahwa leksem merupakan kosakata abstrak, yaitu bentuk umum, atau bisa jadi asal, yang dapat diasosiasikan dengan seluruh word-form-nya (Bauer 1988: 8) sebagai bentuk yang digunakan dalam teks atau text word (Haspelmath 2002: 13). Contoh:
(1) a. He goes to the market
b. I go to the market
c. I went to the market yesterday
d. He has gone
bentuk goes, go, went, dan gone merupakan realisasi dari leksem GO, dan sebagai sebuah kesatuan, seperangkat word-form tersebut dinamakan lexemic paradigm (Haspelmath 2002: 14). Dalam bahasa Indonesia, hubungan tersebut dapat dilihat dalam kata seperti berjalan, menjalani, menjalankan, dijalani, dan perjalanan sebagai perwujudan leksem JALAN (Dik dan Kooij 1979: 154).
Leksem sebagai bentuk abstrak dari word-form menurut Stump (1998), dalam Spencer dan Zwicky (1998: 13), merupakan satuan dalam analisis linguistik yang hanya memiliki sebagian kategori sintaksis, sebagian makna dan fungsi gramatikalnya, dan biasanya dapat hadir sebagai kata tunggal dalam kombinasi sintaksis tertentu. Dengan demikian, selain dapat dibedakan dari word-form, leksem juga dapat dibedakan dari kata gramatikal sebagai bentuk yang dilihat dari aspek deskriptifnya ketimbang bentuknya (Bauer 1988: 9) atau bentuk yang berhubungan dengan sifat morfo-sintaksisnya (Katamba 1993: 19), dalam contoh di bawah ini dapat kita lihat:
(2) a. Lee walked home.
b. lee went home.
(3) a. Lee has walked home.
b. lee has gone home.
word-form walked yang terdapat dalam kalimat (2a) dan (3a) merupakan realisasi dari leksem WALK. Namun, walked dalam kedua kalimat di atas tidak persis sama, seperti dapat kita lihat ketika kita membandingkan went dan gone dalam kalimat (2b) dan (3b) yang merupakan perwujudan atas leksem yang sama, GO. Dalam kalimat (2a), walked merealisasikan walk + past tense, sedangkan dalam kalimat (3a) walk + past participle. Kita dapat mengatakan bahwa walked dalam (2a) dan (3a) merupakan kata yang berbeda (different words), meskipun keduanya merupakan word-form yang sama dan merealisasikan leksem yang sama. Kita dapat mengatakan bahwa kata tersebut merupakan grammatical words yang berbeda.
Menurut Stump (1998), dalam Spencer dan Zwicky (1998:13), leksem dapat terdiri atas satu akar atau lebih, oleh karena itu leksem dapat dibedakan menjadi simple lexeme, complex lexeme, dan compound lexeme (Matthews 1991: 37). Simple lexeme adalah leksem yang hanya terdiri dari sebuah akar sebelum mendapat afiks derivatif, definisi dapat diturunkan dari contoh yang dikemukakan oleh Haspelmath (2002: 15) bahwa reads dan reading dalam the girl reads a magazine dan reading magazines is fun tidaklah menggambarkan konsep yang berbeda dari READ. Lebih tegas lagi dapat disimpulkan dari yang terdapat dalam contoh yang dikemukakan oleh Matthews (1991: 37) bahwa UNAGEING sebagai complex lexeme berhubungan dengan leksem AGEING yang lebih simpel namun juga kompleks, dan complex lexeme AGEING juga berhubungan dengan simple lexeme AGE. Contoh tersebut juga menjelaskan bahwa complexe lexeme merupakan leksem baru sebagai derivasi dari simple lexeme. Adapun compound lexeme adalah leksem yang terdiri atas gabungan dua buah simple lexeme atau lebih (Matthews 1991: 37), misalnya leksem FIREWOOD ‘kayu bakar’ yang merupakan gabungan dari buah simple lexeme, FIRE ‘api’ dan WOOD ’kayu’ (Haspelmath 2002: 16). Dalam bahasa Arab, sebuah verba berbentuk simple lexeme (mujarrad) dapat muncul dalam tigabelas word-form berkala lampau, tiga belas word-form berkala kini dan akan datang, dan lima word-form imperatif (al-Mishry t.th.: 557), misalnya ghafara ‘seorang laki-laki telah mengampuni,’ ghafarat ‘seorang perempuan telah mengampuni,’ taghfiruna ‘kalian (tiga laki-laki atau lebih) mengampuni,’ naghfiru ‘kami mengampuni,’ dan ighfirū ‘(kepada tiga orang laki-laki atau lebih) ampunilah!’ yang merupakan word-form dari GHAFARA. Bentuk simple lexeme seperti ini dapat diderivasikan menjadi complex lexeme (mazīd) yang dapat diwujudkan dalam jumlah word-form yang sama banyak, misalnya astaghfiru ‘saya memohon ampun’ dan yastaghfirūn ‘mereka memohon ampun’ yang merupakan perwujudan dari leksem ISTAGHFARA. Bentuk compound lexeme juga dapat dijumpai dalam bahasa Arab, misalnya dalam shillatur-rahim ‘silaturahmi,’ al-hajar al-aswad ‘hajar aswad,’ dan ahlul-bayt ‘keluarga Nabi.’ Bentuk simple lexeme dan complex lexeme dalam bahasa Indonesia dapat terlihat jelas dalam hubungan yang terdapat pada, misalnya HEWAN dan HEWANI atau dalam hubungan antara HIJAU dan KEHIJAU-HIJAUAN (Dik dan Kooij 1979: 173). Adapun compound lexeme dalam bahasa Indonesia dapat terlihat dalam bentuk seperti, misalnya DAYA GUNA yang dapat dikenai proses morfologis selanjutnya menjadi pendayagunaan.
Dalam compound lexeme atau paduan leksem dikenal istilah proleksem, yaitu satuan bahasa yang mempunyai makna leksikal tetapi tidak dapat diperluas (tidak dapat mengalami afiksasi) dan bersifat terikat misalnya pra, multi, pasca, dwi, pra, dan swa (Kridalaksana 1993: 178 dan 1988: 63). Bentuk proleksem ini tidak dapat menjadi input secara langsung dalam proses morfologis, namun harus bergabung dengan leksem lain untuk dapat dikenai proses morfologis yang menghasilkan output kata. Misalnya, proleksem dwi berpadu dengan leksem bahasa menjadi paduan leksem DWIBAHASA, leksem DWIBAHASA inilah yang dapat dikenai afiksasi menjadi kedwibahasaan.
Penjelasan tentang lekserm yang sederhana, kompleks, dan paduan di atas menunjukkan: pertama, hubungan antarsetiap word-form dalam sebuah lexemic paradigm; kedua, hubungan antarleksem dalam sebuah kesatuan yang dinamakan word family (Haspelmath 2002: 14), seperti hubungan antarleksem dalam LOGIC, LOGICIAN, LOGICAL, ILLOGICAL, dan ILLOGALITY dalam bahasa Inggris, atau dalam TULISAN, MENULIS, dan PENULIS dalam bahasa Indonesia, atau dalam KATABA, KITĀB, MAKTAB, dan MAKTABAH dalam bahasa Arab; dan ketiga, leksem sebagai satuan analisis dalam linguistik berkaitan erat dengan tiga proses morfologis, yaitu infleksi, derivasi, dan pemajemukan atau compounding.
Daftar Acuan
Al-Mishry, Muhammad Baha’ ad-Din Abdillah ibn ‘Aqil al-‘Uqayly al-Hamadany. t.th. Syarh ibn ‘Aqil (jilid kedua). Jakarta: Dinamika Berkah Utama.
Bauer, Laurie. 1988. Introducing Linguistic Morphology. Edinburgh: Edinburgh University Press.
Dik, S.C. dan J.G. Kooij. 1979/1994. Ilmu Bahasa Umum. Terjemahan Algemene Taalwetenschap oleh T.W. Kamil. Jakarta: RUL-Pusat Bahasa.
Haspelmath, Martin. 2002. Understanding Morphology. New York: Oxford University Press Inc.
Katamba, Francis. 1993. Morphology. London: The Macmillan Press Ltd.
Kridalaksana, Harimurti. 1988. Beberapa Prinsip Perpaduan Leksem dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.
--------- . 1993. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Lyons, John. 1968. Introduction to Theoretical Linguistic. New York: Cambridge University Press.
Matthews, P.H.. 1991. Morphology (edisi kedua). New York: Cambridge University Press.
Stump, Gregory T. 1998. Inflexion. Dalam Spencer, Andrew dan Arnold M. Zwicky (ed). 1998. The Handbook of Morphology. Malden: Blackwell Publisher Ltd.
0 comments:
Post a Comment