Friday, February 29, 2008

Semiotik

Kebudayaan sebagai Signifying Order

Bagi Danesi dan Perron (1999: 68), tujuan utama semiotik adalah memahami kapasitas manusia dalam membuat dan memahami tanda, dan aktivitas penyusunan-pengetahuan (knowledge-making). Kapasitas dikenal sebagai semiosis, sedangkan aktivitas disebut representasi. Jadi, bagi Danesi dan Perron, kebudayaan bukan sekedar semiosis, karena menurut mereka semiosis merupakan kapasitas neurobiologis yang mendasari produksi dan komprehensi (pemahaman) tanda dari isyarat (signal) psikologis yang sederhana menuju simbol yang semakin kompleks.

Representasi merupakan penggunaan tanda secara sengaja untuk menyelidiki, mengklasifikasi, dan mengetahui dunia. Morris (1938 dan 1946), seperti dikutip oleh Danesi dan Perron (1999: 68), mengemukakan bahwa semiosis sebagai strategi fisik yang memproduksi sebagian besar tanda dasar (basic sign) membimbing anak untuk melakukan representasi, yaitu mengganti objek dengan tanda (displacement). Semakin ia tumbuh dewasa, ia menjadi semakin baik dalam menggunakan tanda untuk merepresentasi dunia dengan cara berbeda. Menurut Danesi dan Perron, secara figuratif dapat dinyatakan bahwa tanda mengkonstitusi "perekat representasional" (representational glue) yang menjadikan tubuh (body), pikiran (mind), dan dunia (world) saling berhubungan secara holistik.

Selanjutnya, menurut Danesi dan Perron (1999: 68), jika seorang anak menggunakan tanda sebagai alat efektif untuk berpikir, merencanakan, dan menegosiasikan makna bersama orang lain dalam situasi tertentu, maka ia akan mulai mengenal lingkup pengetahuan budayanya. Pertama-tama, seorang anak akan membandingkan usaha representasi mereka dengan tanda yang digunakannya berdasarkan konteks tertentu. Kemudian, melalui pemasukan dan penggunaan secara terus-menerus, tanda yang didapat dalam konteks-konteks tersebut menjadi dominan secara kognitif dan pada akhirnya memediasi dan meregulasi pola pikir, tindakan, dan tingkah laku mereka.

Yang menarik untuk dicatat adalah: Danesi dan Perron menghubungkan kebudayaan dengan penggunaan tanda untuk berpikir, merencanakan, dan menegosiasikan makna secara bersama-sama. Hal itu berarti bahwa kebudayaan, menurut Danesi dan Perron, bukan sekadar semiosis, yaitu kapasitas neurobiologis yang memungkinkan produksi dan pemahaman tanda dari isyarat (signal) psikologis yang sederhana menuju simbol yang semakin kompleks, ataupun representasi, yaitu penggunaan tanda secara sengaja untuk menyelidiki, mengklasifikasi, dan mengetahui dunia. Bagi mereka, kebudayaan adalah sistem yang terdiri atas makna-makna yang dimiliki bersama (shared meanings) yang didasarkan atas signifying order, yaitu sistem kompleks yang terdiri dari beragam tipe tanda yang dapat bergabung satu sama lain dengan cara yang dapat diprediksi menjadi sistem representasi yang dapat digunakan individu atau kelompok untuk membuat ataupun saling bertukar pesan (Danesi dan Perron 1999: 67).

Sumber Acuan

Danesi, Marcel dan Paul Perron. 1999. Analzing Cultures: an Introduction and Handbook. Bloomington. Indiana University Press.

0 comments: